oleh Guntur Bisowarno S.Si., Apt
Apoteker Batik-e Nusantara
yg tinggal di Purwosari Pasuruan
hp 085235807140
Wiku Dadi Pambukaning Kalbu
Berarti ada Kunci Untuk Membuka Kalbu
dalam Kajian Kalbu (Akal Mlebu)
sama juga logika penalaran memasukkan akal ke kalbu,
tentunya Sang Akal membutuhkan Kunci Pembukanya.
Canting (Catatan Penting)
Catatan Penting Yang di Tulis Oleh
Mr. Djajadi Lee Wrote :
Pikiran bergerak tidak jauh dari pengalaman sang pencerapan, wujud
dan rasa membayang di benak sebelum pikiran berucap simpul dan
memerintah badan jasmaninya.
Keinginan niat datang dari sini
begitu juga momen pencerahan, pikiran melihat proses ini, yang
membantunya ialah kesadaran, perhatian dan pengetahuan.
Pencerapan adalah roda pedati yang ditarik menggelinding oleh kesadaran dan dikendalikan oleh pikiran sebagai kusirnya.
Sudah sampai mana tujuannya?
Lihatlah apa yang ada di sekitar lingkungan sang pencerapan.
mau berubah berbalik haluan ?
Bangunkan kesadaran, beritahu sang kusir dengan pengetahuan sebagai
kompas, perhatian dan kewaspadaan membuat roda pedati menggelinding
sesuai arah dan tujuannya.
AJI Watu (Wiku) Wungkal Bener :
Bhinneka Tunggal Ika Mitreka Satata Tan Hana Dharma Mangruwa
Begitulah bathin yang mirip tapi tidak sama,
isi alam pikirannya tak
memiliki bentuk yang sama,
mengapa sampai mau berharap menjadi seperti
orang itu ?
bila bathin sendiri sudah memiliki corak.
Seperti halnya siswa-siswa buddha adalah unik dalam pencapaian pencerahannya.
Demikianlah sifat dharma; berada sangat dekat, tak lapuk oleh waktu,
mengundang untuk dibuktikan, menuntun kedalam bathin,
dapat diselami
oleh para bijaksana dalam bathin masing-masing.
Pusaka Watu Wungkal Kebenaran (Aji Wungkal Bener)
Dan bahkan Gandamana akan mewariskan
ilmu Wungkal Bener dan Bandung Bandawasa kepada Bima.
Bima ketika menjalani laku menuntut ilmu
Hari semakin siang, sinar matahari bertambah panas. Lautan manusia di
alun-alun Cempalaradya berusaha untuk bertahan dalam teriknya matahari.
Karena bagi mereka sayembara perang tanding ini lebih menarik dan lebih
menegangkan dibangdingkan dengan sayembara memanah. Panggung sayembara
kembali menjadi pusat perhatian. Gandamana berdiri kokoh di atas kedua
kakinya yang kokoh pula. Satu persatu peserta sayembara perang tanding
telah dikalahkan. Sorak-sorai dan tepuk tangan tak henti-hentinya
menyambut kemenangan Gandamana.
Menyaksikan kesaktian Gandamana, peserta sayembara semakin tergetar
hatinya. Banyak diantara mereka telah mengurungkan niatnya untuk
mengikuti sayembara. Mereka memutuskan untuk menjadi penonton saja. Oleh
karenanya beberapa waktu ditunggu tak juga ada peserta baru yang
mencoba naik ke atas panggung dengan muka tengadah dan dada membusung.
Udara yang panas menjadi semakin panas. Orang-orang mulai berteriak
tak sabar menanti calon lawan Gandamana yang baru. Dalam situasi yang
demikian, terlintas di pikiran Gandamana, adakah seseorang yang mampu
memenangkan sayembara dengan mengalahkan diriku? Jika tidak ada artinya
bahwa diantara lautan manusia itu tidak ada orang yang pantas menjadi
pendamping Durpadi. Tetapi jika pun ada sesorang yang mampu mengalahkan
aku, tentunya aku berharap agar Durpadi mau mengakui kemenangannya dan
bersedia menjadi isterinya. Karena jika Durpadi menolaknya, seperti yang
telah dilakukan kepada pemuda rupawan dari kalangan sudra, aku tidak
dapat berbuat apa-apa lagi, karena aku sudah dikalahkan bahkan bisa juga
aku telah gugur.
Namun jika pun aku benar-benar gugur dalam sayembara ini, aku telah
siap. Aku tidak akan menyesal. Karena itu artinya bahwa aku telah
mengorbankan diri untuk Durpadi agar mendapat calon pendamping yang
pantas dan berkualitas. Dan juga demi kebesaran negara Pancalaradya atau
Cempalaradya.
Jika pun aku sudah tidak diberi waktu lagi untuk mengabdi, aku sadar
bahwa diriku menjadi semakin renta dan ringkih. Aku harus tahu diri
untuk generasi selanjutnya yang lebih muda dan yang lebih perkasa. Oleh
karenanya aku bangga jika dikalahkan oleh orang muda jujur dan sakti.
Pada saat Gandamana menyusuri jalan pikirannya, tiba-tiba melompatlah
di atas panggung sosok tinggi perkasa yang memakai pakaian Brahmana. Ia
bernama Bima. Banyak orang mengetahui bahwa ia datang ke tempat
sayembara bersama brahmana tampan yang telah menunjukkan kesaktiannya
dalam hal memanah. Maka ketika saudara brahmana tampan dan sakti
tersebut naik ke atas panggung sayembara, serentak lautan manusia
menyambutnya dengan teriakan dan tepuk tangan, bak suara selaksa mesin
tenun yang dijalankan para wanita di padang terbuka.
Sejenak kemudian sasana menjadi hening dan tegang, mengiring langkah
Bima yang semakin dekat dengan Gandamana. Bima sudah sangat mengenal
Gandamana bahkan kesaktian Gandamana. Karena Bima pernah berperang
melawan Gandamana sewaktu di utus Pandita Durna untuk meringkus
Gandamana dan Durpada. Namun rupanya Gandamana tidak ingat lagi akan
sosok yang berada di depannya. Karena Bima sengaja menyamar menjadi
seorang Brahmana.
Karena hari menjelang sore, dan matahari telah bergeser semakin jauh
dari titik tertinggi, Gandamana dan Bima mempunyai keinginan yang sama
yaitu untuk menyelesaikan sayembara ini secepatnya. Oleh karenanya
segeralah keduanya bergerak cepat dan kuat. Melihat gelagat lawannya
yang percaya diri, Gandamana langsung mengetrapkan aji Bandung Bandawasa
dan Aji Wungkal Bener. Sedangkan Bima menggunakan aji Angkusprana.
Decak kagum dan ketegangan tersembul dari wajah-wajah mereka yang
menyaksikan. Oleh karena keduanya mengetrapkan ilmu-ilmu tingkat tinggi,
hampir semua orang yang menjejali alun-alun Pancalaradya tidak
mengetahui apa yang sedang terjadi. Keduanya berkelebat sangat cepat,
sehingga mata telanjang mereka tidak mampu membedakan dengan jelas
antara Gandamana dan Bima.
Pertempuran paling sengit selama sayembara terjadi. Beberapa waktu
berlangsung keadaan mulai berubah pelan. Aji Bandung Bandawasa yang
mempunyai kekuatan sebanding dengan seribu gajah ternyata tidak lagi
menjadi utuh. Hal tersebut diakibatkan oleh tenaga Gandamana yang susut
dengan amat cepat. Otot-ototnya mulai kendor. Ia tidak mampu lagi
mengetrapkan aji Bandung Bandawasa dengan sempurna. Demikian juga aji
Wungkal Bener yang menjadi tidak efektif ketika harus berhadapan dengan
Bima. Karena jika dilihat dari sifatnya, aji wungkal bener adalah aji
yang berpihak pada bebener. Seseorang yang dapat mengetrapkan aji
Wungkal Bener dengan sempurna adalah orang benar, dan meyakini kebenaran
tersebut. Aji Wungkal Bener menjadi sangat efektif ketika lawan
Gandamana adalah orang yang menentang kebenaran. Maka ketika berperang
melawan Bima, seseorang yang berpihak pada kebenaran, aji Wungkal Bener
ibarat ketemu batunya. Tidak dapat berbuat banyak.
Sebaliknya Bima, dengan ajian Angkusprana yang mampu menghimpun
kekuatan angin, justru dapat bergerak semakin ringan dan bertenaga
semakin perkasa. Gandamana mulai curiga atas lawannya. Siapakah
sesungguhnya orang gagah perkasa yang memakai pakaian brahmana ini.
Benarkah ia seorang Brahmana? Gandamana yang sudah berumur, sedikit
teringat akan sepak terjang lawan yang dihadapi. Dahulu Gandamana pernah
dikalahkan Bima, namun waktu itu Gandamana tidak dengan sungguh-sungguh
berperang melawan Bima. Dan juga waktu itu tenaganya masih cukup
perkasa. Namun kini aku tidak seperkasa dahulu lagi dan lawan yang aku
hadapi lebih perkasa dibandingkan dengan BIma waktu itu. Tetapi ada
kemiripan dalam hal sepak terjangnya. Apakah Brahmana ini Bima yang
semakin matang? Benarkah engkau cucuku Bima? Jika benar aku lega dan
bahagia. Lega karena gugur di tangan anak Prabu Pandu. Bahagia karena
Durpadi mendapat pendamping yang pantas dan luhur.
Gandamana mendapat firasat bahwa inilah saatnya untuk meninggalkan
segala-galanya dan meletakkan tugas-tugasnya. Generasi baru telah siap
menggantikan darmanya. Dan ia yang menggantikan bukan orang lain. Ia
adalah cucunya sendiri, anak Prabu Pandudewanata junjungannya. Oleh
krena ia rela gugur di tangan Bima. Dan bahkan Gandamana akan mewariskan
ilmu Wungkal Bener dan Bandung Bandawasa kepada Bima.
herjaka HS
Catatan Penting Lilin Malam
Memanaskan dan Mematangkan Lilin Malam,
Sang PemBATIK, Bathin di Kain MORI yang putih tulang itu,
seperti latihan memahami dan mengertinya, Gerak Batinnya:
Dalam Gerak Canting Pikirannya Setitik Demi Setitik,
Segores demi segores,
Hingga Jalur Jalan Pemikirannya Meleleh Ke Jantung Hatinya,
hingga bahasa kebahagiaannya sampai ke Kiranti Kalbunya,
hingga waktu mematangkan Rasa Ka Bahagia annya,
pada bahasa dan aksara batinnya,
yang sosok dan bayangannya,
mampu dikenali oleh rahsa dan rasa Jiwangganya,
rahsa dan rahsanya menyatakan I-Ya,
pada pengenalan Indera Loka, hingga Indra Ke 6-nya,
Menjadi Bahagia Maha Surga Bumi MORInya.
Menjadi Bahagia Maha Wangi Bumi MORInya.
Menjadi Bahagia Maha Surga Wangi Bumi MORInDanya.
Purwosari, Hari Ke 20 Aktivasi Aksara WOLU