Selasa, 18 November 2014

Bayangan LILIN MALAM Memandangmu Mematangkan Sosok dan Bayangannya Di Bathin dan Di Bathiknya


Menunggu Hembusan Nafas dan Tiupan Nafasnya


Menunggu Sir Batinnya Menemukan Pertanda Titik Lumer Lilin Malamnya


Menunggu Sir Batinnya di Suhu Hawa Seperti Apa Nuansa Batin Lilin Malamnya








oleh Guntur Bisowarno S.Si., Apt
Apoteker Batik-e Nusantara
yg tinggal di Purwosari Pasuruan
hp 085235807140

Pikiran Menuju Pemikiran Murni... AmBATIK dengan BATINnya

oleh Guntur Bisowarno S.Si., Apt
Apoteker Batik-e Nusantara
yg tinggal di Purwosari Pasuruan
hp 085235807140

Wiku Dadi Pambukaning Kalbu 

Berarti ada Kunci Untuk Membuka Kalbu
dalam Kajian Kalbu (Akal Mlebu)
sama juga logika penalaran memasukkan akal ke kalbu,
tentunya Sang Akal  membutuhkan Kunci Pembukanya.

Canting (Catatan Penting)
Catatan Penting Yang di Tulis Oleh Mr. Djajadi Lee Wrote :

Pikiran bergerak tidak jauh dari pengalaman sang pencerapan, wujud dan rasa membayang di benak sebelum pikiran berucap simpul dan memerintah badan jasmaninya.

Keinginan niat datang dari sini begitu juga momen pencerahan, pikiran melihat proses ini, yang membantunya ialah kesadaran, perhatian dan pengetahuan.

Pencerapan adalah roda pedati yang ditarik menggelinding oleh kesadaran dan dikendalikan oleh pikiran sebagai kusirnya.

Sudah sampai mana tujuannya?
Lihatlah apa yang ada di sekitar lingkungan sang pencerapan.
mau berubah berbalik haluan ?

Bangunkan kesadaran, beritahu sang kusir dengan pengetahuan sebagai kompas, perhatian dan kewaspadaan membuat roda pedati menggelinding sesuai arah dan tujuannya.


AJI Watu (Wiku) Wungkal Bener :
Bhinneka Tunggal Ika Mitreka Satata Tan Hana Dharma Mangruwa
 
Begitulah bathin yang mirip tapi tidak sama, 
isi alam pikirannya tak memiliki bentuk yang sama, 
mengapa sampai mau berharap menjadi seperti orang itu ? 
bila bathin sendiri sudah memiliki corak.

Seperti halnya siswa-siswa buddha adalah unik dalam pencapaian pencerahannya.
Demikianlah sifat dharma; berada sangat dekat, tak lapuk oleh waktu, 
mengundang untuk dibuktikan, menuntun kedalam bathin, 
dapat diselami oleh para bijaksana dalam bathin masing-masing.



Pusaka Watu Wungkal Kebenaran (Aji Wungkal Bener)

Dan bahkan Gandamana akan mewariskan
ilmu Wungkal Bener dan Bandung Bandawasa kepada Bima.

Bima ketika menjalani laku menuntut ilmu

Hari semakin siang, sinar matahari bertambah panas. Lautan manusia di alun-alun Cempalaradya berusaha untuk bertahan dalam teriknya matahari. Karena bagi mereka sayembara perang tanding ini lebih menarik dan lebih menegangkan dibangdingkan dengan sayembara memanah. Panggung sayembara kembali menjadi pusat perhatian. Gandamana berdiri kokoh di atas kedua kakinya yang kokoh pula. Satu persatu peserta sayembara perang tanding telah dikalahkan. Sorak-sorai dan tepuk tangan tak henti-hentinya menyambut kemenangan Gandamana.

Menyaksikan kesaktian Gandamana, peserta sayembara semakin tergetar hatinya. Banyak diantara mereka telah mengurungkan niatnya untuk mengikuti sayembara. Mereka memutuskan untuk menjadi penonton saja. Oleh karenanya beberapa waktu ditunggu tak juga ada peserta baru yang mencoba naik ke atas panggung dengan muka tengadah dan dada membusung.

Udara yang panas menjadi semakin panas. Orang-orang mulai berteriak tak sabar menanti calon lawan Gandamana yang baru. Dalam situasi yang demikian, terlintas di pikiran Gandamana, adakah seseorang yang mampu memenangkan sayembara dengan mengalahkan diriku? Jika tidak ada artinya bahwa diantara lautan manusia itu tidak ada orang yang pantas menjadi pendamping Durpadi. Tetapi jika pun ada sesorang yang mampu mengalahkan aku, tentunya aku berharap agar Durpadi mau mengakui kemenangannya dan bersedia menjadi isterinya. Karena jika Durpadi menolaknya, seperti yang telah dilakukan kepada pemuda rupawan dari kalangan sudra, aku tidak dapat berbuat apa-apa lagi, karena aku sudah dikalahkan bahkan bisa juga aku telah gugur.

Namun jika pun aku benar-benar gugur dalam sayembara ini, aku telah siap. Aku tidak akan menyesal. Karena itu artinya bahwa aku telah mengorbankan diri untuk Durpadi agar mendapat calon pendamping yang pantas dan berkualitas. Dan juga demi kebesaran negara Pancalaradya atau Cempalaradya.
Jika pun aku sudah tidak diberi waktu lagi untuk mengabdi, aku sadar bahwa diriku menjadi semakin renta dan ringkih. Aku harus tahu diri untuk generasi selanjutnya yang lebih muda dan yang lebih perkasa. Oleh karenanya aku bangga jika dikalahkan oleh orang muda jujur dan sakti.

Pada saat Gandamana menyusuri jalan pikirannya, tiba-tiba melompatlah di atas panggung sosok tinggi perkasa yang memakai pakaian Brahmana. Ia bernama Bima. Banyak orang mengetahui bahwa ia datang ke tempat sayembara bersama brahmana tampan yang telah menunjukkan kesaktiannya dalam hal memanah. Maka ketika saudara brahmana tampan dan sakti tersebut naik ke atas panggung sayembara, serentak lautan manusia menyambutnya dengan teriakan dan tepuk tangan, bak suara selaksa mesin tenun yang dijalankan para wanita di padang terbuka.
Sejenak kemudian sasana menjadi hening dan tegang, mengiring langkah Bima yang semakin dekat dengan Gandamana. Bima sudah sangat mengenal Gandamana bahkan kesaktian Gandamana. Karena Bima pernah berperang melawan Gandamana sewaktu di utus Pandita Durna untuk meringkus Gandamana dan Durpada. Namun rupanya Gandamana tidak ingat lagi akan sosok yang berada di depannya. Karena Bima sengaja menyamar menjadi seorang Brahmana.

Karena hari menjelang sore, dan matahari telah bergeser semakin jauh dari titik tertinggi, Gandamana dan Bima mempunyai keinginan yang sama yaitu untuk menyelesaikan sayembara ini secepatnya. Oleh karenanya segeralah keduanya bergerak cepat dan kuat. Melihat gelagat lawannya yang percaya diri, Gandamana langsung mengetrapkan aji Bandung Bandawasa dan Aji Wungkal Bener. Sedangkan Bima menggunakan aji Angkusprana. Decak kagum dan ketegangan tersembul dari wajah-wajah mereka yang menyaksikan. Oleh karena keduanya mengetrapkan ilmu-ilmu tingkat tinggi, hampir semua orang yang menjejali alun-alun Pancalaradya tidak mengetahui apa yang sedang terjadi. Keduanya berkelebat sangat cepat, sehingga mata telanjang mereka tidak mampu membedakan dengan jelas antara Gandamana dan Bima.

Pertempuran paling sengit selama sayembara terjadi. Beberapa waktu berlangsung keadaan mulai berubah pelan. Aji Bandung Bandawasa yang mempunyai kekuatan sebanding dengan seribu gajah ternyata tidak lagi menjadi utuh. Hal tersebut diakibatkan oleh tenaga Gandamana yang susut dengan amat cepat. Otot-ototnya mulai kendor. Ia tidak mampu lagi mengetrapkan aji Bandung Bandawasa dengan sempurna. Demikian juga aji Wungkal Bener yang menjadi tidak efektif ketika harus berhadapan dengan Bima. Karena jika dilihat dari sifatnya, aji wungkal bener adalah aji yang berpihak pada bebener. Seseorang yang dapat mengetrapkan aji Wungkal Bener dengan sempurna adalah orang benar, dan meyakini kebenaran tersebut. Aji Wungkal Bener menjadi sangat efektif ketika lawan Gandamana adalah orang yang menentang kebenaran. Maka ketika berperang melawan Bima, seseorang yang berpihak pada kebenaran, aji Wungkal Bener ibarat ketemu batunya. Tidak dapat berbuat banyak.

Sebaliknya Bima, dengan ajian Angkusprana yang mampu menghimpun kekuatan angin, justru dapat bergerak semakin ringan dan bertenaga semakin perkasa. Gandamana mulai curiga atas lawannya. Siapakah sesungguhnya orang gagah perkasa yang memakai pakaian brahmana ini. Benarkah ia seorang Brahmana? Gandamana yang sudah berumur, sedikit teringat akan sepak terjang lawan yang dihadapi. Dahulu Gandamana pernah dikalahkan Bima, namun waktu itu Gandamana tidak dengan sungguh-sungguh berperang melawan Bima. Dan juga waktu itu tenaganya masih cukup perkasa. Namun kini aku tidak seperkasa dahulu lagi dan lawan yang aku hadapi lebih perkasa dibandingkan dengan BIma waktu itu. Tetapi ada kemiripan dalam hal sepak terjangnya. Apakah Brahmana ini Bima yang semakin matang? Benarkah engkau cucuku Bima? Jika benar aku lega dan bahagia. Lega karena gugur di tangan anak Prabu Pandu. Bahagia karena Durpadi mendapat pendamping yang pantas dan luhur.

Gandamana mendapat firasat bahwa inilah saatnya untuk meninggalkan segala-galanya dan meletakkan tugas-tugasnya. Generasi baru telah siap menggantikan darmanya. Dan ia yang menggantikan bukan orang lain. Ia adalah cucunya sendiri, anak Prabu Pandudewanata junjungannya. Oleh krena ia rela gugur di tangan Bima. Dan bahkan Gandamana akan mewariskan ilmu Wungkal Bener dan Bandung Bandawasa kepada Bima.
herjaka HS





Catatan Penting Lilin Malam


Memanaskan dan Mematangkan Lilin Malam,
Sang PemBATIK, Bathin di Kain MORI yang putih tulang itu,
seperti latihan memahami dan mengertinya, Gerak Batinnya:

Dalam Gerak Canting Pikirannya Setitik Demi Setitik,
Segores demi segores,
Hingga Jalur Jalan Pemikirannya Meleleh Ke Jantung Hatinya,
hingga bahasa kebahagiaannya sampai ke Kiranti Kalbunya,
hingga waktu mematangkan Rasa Ka Bahagia annya,
pada bahasa dan aksara batinnya,
yang sosok dan bayangannya,
mampu dikenali oleh rahsa dan rasa Jiwangganya,
rahsa dan rahsanya menyatakan I-Ya,
pada pengenalan Indera Loka, hingga Indra Ke 6-nya,

Menjadi Bahagia Maha Surga Bumi MORInya.
Menjadi Bahagia Maha Wangi Bumi MORInya.
Menjadi Bahagia Maha Surga Wangi Bumi MORInDanya.

Purwosari, Hari Ke 20 Aktivasi Aksara WOLU
 


Minggu, 09 November 2014

Jaringan Kerja Padepokan Alam Batik Pasuruan dan Komunitas Batik Kawasan Mandala Borobudur Magelang

Oleh Guntur Bisowarno S. Si., Apt.

oleh Guntur Bisowarno S.Si., Apt
Apoteker Batik-e Nusantara
Pem BATIK Herbal Kehidupan
Pem BATIK Jamu Kehidupan
Tinggal di Pertigaan Desa Kota Purwosari Lakemar Martopuro
Pasuruan Jawa Timur
085235807140



Padepokan Alam Batik Desa Panjaran Sukorejo Kabupaten Pasuruan : 
Pimpinan Mas Ferry Joyo ( Ki Joyo) Empu Batik.

Perhatian yang menggiurkan pikiran, memasuki tahapan meditatif tidak melulu mata tertutup bagi sang pikiran. ia begitu asyik hingga melupa dengan lingkungan, pikiran larut bersama tindakannya, gerak jasmaninya selaras di pikiran yang menenangkan. — Quate From Mr. Djajadi Lee

Batik Kuda Sembrani Padepokan Alam Batik




Batik Mandala Banyu (Arjuno)


Membatik Di Jiwa Kebeningan dan Kejernihan Bathin - Nya, 

Perjalanan Membatik Adalah Perjalanan Memurnikan Jiwanya dan Mencerdaskan Rasa Di Rahsa - Nya...


Batik Mandala Borobudur ; Komunitas Batik Kawasan Mandala Borobudur 
Pimpinan Mas Jack Priyana






Pertemuan Guntur Bisowarno S. Si., Apt. Negosiator Pem BATIK Herbalis Kehidupan dan Pem BATIK Jamu Kehidupan (Duta Padepokan Alam Batik Di Jaringan Kerja dan Pemasarannya) dengan Mas Jack Priyana, Mei 2012.




Pertemuan Momentum Kreativitas dan Keber Akal An Tanpa Henti, Optimalisasi Berkelanjutan (Sustainability) dan Pemberdayaan Jiwa Mandala Buana Masyarakat dengan Menggunakan Teknik Batik Berbobot dan Berkarakter (Pembiakan Jiwa Merdeka Mahardika Merdesa, Dari Batik Rajah Negeri Nusantara).

Pelatihan Membatik : Menemukan Bahasa Cerdas Jiwangga - Nya



Awalan dan Mengawali Langkah Pemberdayaan Masyarakat 
Desa Cowek Pandaaan Pasuruan 2012.






Personal Proses Pendampingan dan Pemberdayaan Oleh Ki Joyo
Atas Peranan Besar Kemajuan Mas Hary Pandowo Limo ...





Lilin Malam dan Catatan Penting (Canting LILIN MALAM)


Catatan Penting Lilin Malam
oleh Guntur Bisowarno S.Si., Apt
Apoteker Batik-e Nusantara
yg tinggal di Purwosari Pasuruan
hp 085235807140
Memanaskan dan Mematangkan Lilin Malam,
Sang PemBATIK, Bathin di Kain MORI yang putih tulang itu,
seperti latihan memahami dan mengertinya, Gerak Batinnya:

Dalam Gerak Canting Pikirannya
Sedetik demi Sedetik
Setitik demi Setitik,
Segores demi segores.

Garis, Melengkung, Melingkar.
Bertebaran ai ai air.
Bermuara ai ai swaranya.
Mendengung ai ai ai tarian tawonnya.
Mendesirkan darah merah putihnya, ai ai swara Nya-Muknya.

Hingga Jalur Jalan Pemikirannya Meleleh Ke Jantung Hatinya,
hingga bahasa kebahagiaannya sampai ke Kiranti Kalbunya,
hingga waktu mematangkan Rasa Ka Bahagia annya,
pada bahasa dan aksara batinnya,
yang sosok dan bayangannya,
mampu dikenali oleh rahsa dan rasa Jiwangganya,
rahsa dan rahsanya menyatakan I-Ya,
pada pengenalan Indera Loka, hingga Indra Ke 6-nya,

Menjadi Bahagia Maha Surga Bumi MORInya.
Menjadi Bahagia Maha Wangi Bumi MORInya.
Menjadi Bahagia Maha Surga Wangi Bumi MORInDanya.

Purwosari, Hari Ke 20 Aktivasi Aksara WOLU
 



Lilin (“Malam”)

Lilin atau “malam” ialah bahan yang dipergunakan untuk membatik. Sebenarnya “malam” tidak habis (hilang), karena akhirnya diambil kembali pada proses mbabar, proses pengerjaan dari membatik sampai batikan menjadi kain. “malam” yang dipergunakan untuk membatik berbeda dengan malam atau lilin biasa. Malam untuk membatik bersifat cepat menyerap pada kain tetapi dapat dengan mudah lepas ketika proses pelorotan.

Pelekatkan lilin ke dalam kain yang akan dibatik dengan canting tulis untuk mendapatkan pola motif dasar yang dikehendaki. Untuk membuat pola dasar dilakukan peletakkan lilin/maalam dengan menggunakan alat canting.  Motif dasar ini akan dilanjutakn dengan pengerjaan motif  isen sesuai dengan yang dikehendaki. Pelekatan lilin /malam menggunakan canting tulis, alat yang digunakan adalah canting tulis.

Proses peletakan lilin menggunakan canting memerlukan kesabaran dan konsentrasi. Bagian-bagian yang diberi lilin adalah  garis-garis luar  corak/motif terlebih dulu. Setelah seluruh kerangka corak selesai diberi lilin, dilanjutkan bagian isen-isen (di bagian isi, di dalam garis), bagian isen bisa berupa titik, garis, bidang, dan atau tekstur. Setelah seluruh permukaam motif terisi lilin, dilanjutkan peletakan lilin dipermukaan sebaliknya, ini dilakukan dua kali.
Untuk memperlancar keluarnya malam dari cucuk canthing, maka cucuknya ditiup dulu sebelum dituliskan pada kain. Penulisannya pada kain dalam memmbuat motif dilakukan dari bawah ke atas dengan pposisi cucuk condong ke atas.

Canting berfungsi untuk menulis atau me;lukis cairan lilin pada kain dan membuat motif-motif batik seperti contoh di bawah ini

Batik Padepokan Alam Batik Pasuruan : Pimpinan Mas Ferry Joyo

Teknik Pelilinan Pencantingan 2 Warna




 

Tips Merawat dan Memakai Batik (Meruwat dan Meramutnya Dimana) Di Kalbu Batinnya.

    oleh Guntur Bisowarno S.Si., AptApoteker Batik-e Nusantara
    yg tinggal di Purwosari Pasuruan
    hp 085235807140
    1. Jangan  mencuci dengan sabun detergen.
    2. Jangan mencuci memakai sikat atau digosok.
    3. Jangan mencuci dengan mesin cuci
    4. Jangan semprot parfum secara langsung terutama batik sutra
    5. Mencuci menggunakan sabun pencuci khusus untuk batik
    6. Mencuci menggunakan buah lerak, daun nilam atau sari merang bakar
    7. Mencuci menggunakan sampo rambut
    8. Bila batik tidak terlalu kotor, mencucinya cukup rendam pada air hangat tidak perlu dicuci dengan sabun batik.
    9. Jika benar-benar kotor ada noda, bisa dhilangkan dengan sabun mandi atau kulit jeruk.
    10. Saat menjemur, tarik bagian tepi batik secara perlahan supaya serat yang terlipat  akan kembali  ke posisi semula.
    11. Hindari menyetrika batik secara langsung. Sebaiknya pada waktu menyetrika, diatas kain dilapisi kertas. Apabila terpaksa menyetrika batik secara langsung, setrika jangan terlalu panas.
    12. Jika tampak kusut, semprotkan sedikit air diatasnya, letakkan sehelai alas kain diatas batik, baru disetrika, terutama untuk batik halus, batik sutra
    13. Apabila ingin memberi pewangian / pelembut, jangan langsung, sebaiknya dilapisi kertas koran, baru disemprotkan, terutama batik sutra.
    14. Menjemur ditempat teduh, hindari sinar matahari langsung supaya warna tidak cepat pudar.
    15. Simpan batik kesayangan anda dalam plastik, supaya tidak dimakan ngengat.
    16. Hindari pemberian kapur barus.
    17. Supaya tidak dimakan ngengat, beri sedikit merica/ lada dalam bungkus kain / tisu atau akar wangi kering yang sebelumnya telah diproses dengan merendam di air panas.








    Mangkunegara IV

    Mangkunegara IV memiliki empat ajaran utama yang meliputi sembah raga, sembah cipta (kalbu), sembah jiwa, dan sembah rasa.

    Sembah raga ialah menyembah Tuhan dengan mengutamakan gerak laku badaniah atau amal perbuatan yang bersifat lahiriah. Cara bersucinya sama dengan sembahyang biasa, yaitu dengan mempergunakan air (wudhu). Sembah yang demikian biasa dikerjakan lima kali sehari semalam dengan mengindahkan pedoman secara tepat, tekun dan terus menerus, seperti bait berikut:
    “Sembah raga puniku / pakartining wong amagang laku / sesucine asarana saking warih / kang wus lumrah limang wektu / wantu wataking wawaton”

    Sembah raga, sebagai bagian pertama dari empat sembah yang merupakan perjalanan hidup yang panjang ditamsilkan sebagai orang yang magang laku (calon pelaku atau penempuh perjalanan hidup kerohanian), orang menjalani tahap awal kehidupan bertapa (sembah raga puniku pakartining wong amagang laku). Sembah ini didahului dengan bersuci yang menggunakan air (sesucine asarana saking warih). Yang berlaku umum sembah raga ditunaikan sehari semalam lima kali. Atau dengan kata lain bahwa untuk menunaikan sembah ini telah ditetapkan waktu-waktunya lima kali dalam sehari semalam (kang wus lumrah limang wektu). Sembah lima waktu merupakan shalat fardlu yang wajib ditunaikan (setiap muslim) dengan memenuhi segala syarat dan rukunnya (wantu wataking wawaton). Sembah raga yang demikian ini wajib ditunaikan terus-menerus tiada henti (wantu) seumur hidup. Dengan keharusan memenuhi segala ketentuan syarat dan rukun yang wajib dipedomani (wataking wawaton). Watak suatu waton (pedoman) harus dipedomani. Tanpa mempedomani syarat dan rukun, maka sembah itu tidak sah.
    Sembah raga tersebut, meskipun lebih menekankan gerak laku badaniah, namun bukan berarti mengabaikan aspek rohaniah, sebab orang yang magang laku selain ia menghadirkan seperangkat fisiknya, ia juga menghadirkan seperangkat aspek spiritualnya sehingga ia meningkat ke tahap kerohanian yang lebih tinggi.

    Sembah Cipta, kadang-kadang disebut sembah kalbu, seperti terungkap pada Pupuh Gambuh bait 1 dan Pupuh Gambuh bait 11 berikut :
    “Samengkon sembah kalbu / yen lumintu uga dadi laku / laku agung kang kagungan narapati / patitis teteking kawruh / meruhi marang kang momong”

    Apabila cipta mengandung arti gagasan, angan-angan, harapan atau keinginan yang tersimpan di dalam hati, kalbu berarti hati, maka sembah cipta di sini mengandung arti sembah kalbu atau sembah hati, bukan sembah gagasan atau angan-angan. Apabila sembah raga menekankan penggunaan air untuk membasuh segala kotoran dan najis lahiriah, maka sembah kalbu menekankan pengekangan hawa nafsu yang dapat mengakibatkan terjadinya berbagai pelanggaran dan dosa (sucine tanpa banyu, amung nyunyuda hardaning kalbu).

    Thaharah (bersuci) itu, demikian kata Al-Ghazali, ada empat tingkat. Pertama, membersihkan hadats dan najis yang bersifat lahiriah. Kedua, membersihkan anggota badan dari berbagai pelanggaran dan dosa. Ketiga, membersihkan hati dari akhlak yang tercela dan budi pekerti yang hina. Keempat, membersihkan hati nurani dari apa yang selain Allah. Dan yang keempat inilah taharah pada Nabi dan Shiddiqin. Jika thaharah yang pertama dan kedua menurut Al-Ghazali masih menekankan bentuk lahiriah berupa hadats dan najis yang melekat di badan yang berupa pelanggaran dan dosa yang dilakukan oleh anggota tubuh. Cara membersihkannya dibasuh dengan air. Sedangkan kotoran yang kedua dibersihkan dan dibasuh tanpa air yaitu dengan menahan dan menjauhkan diri dari pelanggaran dan dosa. Thaharah yang ketiga dan keempat juga tanpa menggunakan air. Tetapi dengan membersihkan hati dari budi jahat dan mengosongkan hati dari apa saja yang selain Allah.

    Sembah jiwa adalah sembah kepada Hyang Sukma (Allah) dengan mengutamakan peran jiwa. Jika sembah cipta (kalbu) mengutamakan peran kalbu, maka sembah jiwa lebih halus dan mendalam dengan menggunakan jiwa atau al-ruh. Sembah ini hendaknya diresapi secara menyeluruh tanpa henti setiap hari dan dilaksanakan dengan tekun secara terus-menerus, seperti terlihat pada bait berikut:
    “Samengko kang tinutur / Sembah katri kang sayekti katur / Mring Hyang Sukma suksmanen saari-ari / Arahen dipun kecakup / Sembahing jiwa sutengong”

    Dalam rangkaian ajaran sembah Mangkunegara IV yang telah disebut terdahulu, sembah jiwa ini menempati kedudukan yang sangat penting. Ia disebut pepuntoning laku (pokok tujuan atau akhir perjalanan suluk). Inilah akhir perjalanan hidup batiniah. Cara bersucinya tidak seperti pada sembah raga dengn air wudlu atau mandi, tidak pula seperti pada sembah kalbu dengan menundukkan hawa nafsu, tetapi dengan awas emut (selalu waspada dan ingat/dzikir kepada keadaan alam baka/langgeng), alam Ilahi. Betapa penting dan mendalamnya sembah jiwa ini, tampak dengan jelas pada bait berikut:
    “Sayekti luwih perlu / ingaranan pepuntoning laku / Kalakuan kang tumrap bangsaning batin / Sucine lan awas emut / Mring alaming lama amota”

    Berbeda dengan sembah raga dan sembah kalbu, ditinjau dari segi perjalanan suluk, sembah ini adalah tingkat permulaan (wong amagang laku) dan sembah yang kedua adalah tingkat lanjutan. Ditinjau dari segi tata cara pelaksanaannya, sembah yang pertama menekankan kesucian jasmaniah dengan menggunakan air dan sembah yang kedua menekankan kesucian kalbu dari pengaruh jahat hawa nafsu lalu membuangnya dan menukarnya dengan sifat utama. Sedangkan sembah ketiga menekankan pengisian seluruh aspek jiwa dengan dzikir kepada Allah seraya mengosongkannya dari apa saja yang selain Allah.

    Pelaksanaan sembah jiwa ialah dengan berniat teguh di dalam hati untuk mengemaskan segenap aspek jiwa, lalu diikatnya kuat-kuat untuk diarahkan kepada tujuan yang hendak dicapai tanpa melepaskan apa yang telah dipegang pada saat itu. Dengan demikian triloka (alam semesta) tergulung menjadi satu. Begitu pula jagad besar dan jagad kecil digulungkan disatupadukan. Di situlah terlihat alam yang bersinar gemerlapan. Maka untuk menghadapi keadaan yang menggumkan itu, hendaklah perasaan hati dipertebal dan diperteguh jangan terpengaruh apa yang terjadi. Hal yang demikian itu dijelaskan Mangkunegara IV pada bait berikut:
    "Ruktine ngangkah ngukud / ngiket ngruket triloka kakukud / jagad agung ginulung lan jagad alit / den kandel kumandel kulup / mring kelaping alam kono."

    Sembah rasa ini berlainan dengan sembah-sembah yang sebelumnya. Ia didasarkan kepada rasa cemas. Sembah yang keempat ini ialah sembah yang dihayati dengan merasakan intisari kehidupan makhluk semesta alam, demikian menurut Mangkunegara IV.

    Jika sembah kalbu mengandung arti menyembah Tuhan dengan alat batin kalbu atau hati seperti disebutkan sebelumnya, sembah jiwa berarti menyembah Tuhan dengan alat batin jiwa atau ruh, maka sembah rasa berarti menyembah Tuhan dengan menggunakan alat batin inti ruh. Alat batin yang belakangan ini adalah alat batin yang paling dalam dan paling halus yang menurut Mangkunegara IV disebut telenging kalbu (lubuk hati yang paling dalam) atau disebut wosing jiwangga (inti ruh yang paling halus).

    Dengan demikian menurut Mangkunegara IV, dalam diri manusia terdapat tiga buah alat batin yaitu, kalbu, jiwa/ruh dan inti jiwa/inti ruh (telengking kalbu atau wosing jiwangga) yang memperlihatkan susunan urutan kedalaman dan kehalusannya.

    Pelaksanaan sembah rasa itu tidak lagi memerlukan petunjuk dan bimbingan guru seperti ketiga sembah sebelumnya, tetapi harus dilakukan salik sendiri dengan kekuatan batinnya, seperti diungkapkan Mangkunegara IV dalam bait berikut:
    “Semongko ingsun tutur / gantya sembah lingkang kaping catur / sembah rasa karasa wosing dumadi / dadi wus tanpa tuduh / mung kalawan kasing bato”.

    Apabila sembah jiwa dipandang sebagai sembah pada proses pencapaian tujuan akhir perjalanan suluk (pepuntoning laku), maka sembah rasa adalah sembah yang dilakukan bukan dalam perjalanan suluk itu, melainkan sembah yang dilakukan di tempat tujuan akhir suluk. Dengan kata lain, seorang salik telah tiba di tempat yang dituju. Dan di sinilah akhir perjalanan suluknya. Untuk sampai di sini, seorang salik masih tetap dibimbing gurunya seperti telah disebut di muka. Setelah ia diantarkan sampai selamat oleh gurunya untuk memasuki pintu gerbang, tempat sembah yang keempat, maka selanjutnya ia harus mandiri melakukan sembah rasa.

    Pada tingkatan ini, seorang salik dapat melaksanakan sendiri sembah rasa sesuai petunjuk-petunjuk gurunya. Pada tingkat ini ia dipandang telah memiliki kematangan rohani. Oleh karena itu, ia dipandang telah cukup ahli dalam melakukan sembah dengan mempergunakan aspek-aspek batiniahnya sendiri.

    Di sini, dituntut kemandirian, keberanian dan keteguhan hati seorang salik, tanpa menyandarkan kepada orang lain. Kejernihan batinlah yang menjadi modal utama. Hal ini sesuai dengan wejangan Amongraga kepada Tambangraras dalam Centini bait 156. Sembah tersebut, demikian dinyatakan Amongraga, sungguh sangat mendalam, tidak dapat diselami dengan kata-kata, tidak dapat pula dimintakan bimbingan guru. Oleh karena itu, seorang salik harus merampungkannya sendiri dengan segala ketenangan, kejernihan batin dan kecintaan yang mendalam untuk melebur diri di muara samudera luas tanpa tepi dan berjalan menuju kesempurnaan. Kesemuanya itu tergantung pada diri sendiri, seperti terlihat pada bait berikut:
    “Iku luwih banget gawat neki / ing rar’asantang keneng rinasa / tan kena ginurokake / yeku yayi dan rampung / eneng onengira kang ening / sungapan ing lautan / tanpa tepinipun / pelayaran ing kesidan / aneng sira dewe tan Iyan iku yayi eneng ening wardaya”.
    * Sumber 
    http://blogkejawen.blogspot.com/p/mangkunegara-iv.html

    Persamaan dan Perbedaan Batik Cap dan Batik Tulis

    oleh Guntur Bisowarno S.Si., Apt
    Apoteker Batik-e Nusantara
    yg tinggal di Purwosari Pasuruan
    hp 08523580714


    1. Persamaan Dan Perbedaan Batik Cap Dan Batik Tulis
      1. Persamaan
    -          Cara menentukan lay-out atau patron dan juga bentuk-bentuk motif boleh sama diantara keduanya. Sehingga ketika keduanya dijahit untuk dibuat busana tidak ada perbedaan bagi perancang busana atau penjahitnya. Yang membedakan hanya kualitas gambarnya saja.
    -          Cara merawat kain batik (menyimpan, menyuci dan menggunakannya) sama sekali tidak ada perbedaan.
    -          Untuk membuat keduanya diperlukan gambar awal atau sket dasar untuk memudahkan dan mengetahui bentuk motif yang akan terjadi.
    -          Keduanya sama-sama bisa dikatakan kain batik, dikarenakan dikerjakan dengan menggunakan bahan lilin sebagai media perintang warna.
    -          Dikerjakan hampir oleh tangan manusia untuk membuat gambar dan proses pengerjaan buka tutup warnanya.
    -          Bahan yang digunakannya juga sama berupa bahan dasar kain yang berwarna putih, dan tidak harus dibedakan jenis bahan dasar benangnya (katun atau sutra) atau bentuk tenunannya.
    -          Penggunaan bahan-bahan pewarna serta memproses warnanya sama, tidak ada perbedaan anatara batik tulis dan batik cap.
    1. Perbedaan
    -          Batik tulis dikerjakan dengan menggunakan canting yaitu alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk bisa menampung malam (lilin batik) dengan memiliki ujung berupa saluran/pipa kecil untuk keluarnya malam dalam membentuk gambar awal pada permukaan kain. Sedangkan batik cap dikerjakan dengan menggunakan cap (alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk sesuai dengan gambar atau motif yang dikehendaki). Untuk pembuatan satu gagang cap batik dengan dimensi panjang dan lebar : 20 cm X 20 cm dibutuhkan waktu rata-rata 2 minggu.
    -          Bentuk gambar/desain pada batik tulis tidak ada pengulangan yang jelas, sehingga gambar nampak bisa lebih luwes dengan ukuran garis motif yang relatif bisa lebih kecil dibandingkan dengan batik cap. Setiap potongan gambar (ragam hias) yang diulang pada lembar kain biasanya tidak akan pernah sama bentuk dan ukurannya. Berbeda dengan batik cap yang kemungkinannya bisa sama persis antara gambar yang satu dengan gambar lainnya. Bentuk gambar/desain pada batik cap selalu ada pengulangan yang jelas, sehingga gambar nampak berulang dengan bentuk yang sama, dengan ukuran garis motif relatif lebih besar dibandingkan dengan batik tulis.
    -          Gambar batik tulis bisa dilihat pada kedua sisi kain nampak lebih rata (tembus bolak-balik) khusus bagi batik tulis yang halus. Gambar batik cap biasanya tidak tembus pada kedua sisi kain.
    -          Warna dasar kain batik tulis biasanya lebih muda dibandingkan dengan warna pada goresan motif. Sedangkan batik cap warna dasar kain biasanya lebih tua dibandingkan dengan warna pada goresan motifnya. Hal ini disebabkan batik cap tidak melakukan penutupan pada bagian dasar motif yang lebih rumit seperti halnya yang biasa dilakukan pada proses batik tulis. Korelasinya yaitu dengan mengejar harga jual yang lebih murah dan waktu produksi yang lebih cepat
    -          Waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan batik tulis relatif lebih lama (2 atau 3 kali lebih lama) dibandingkan dengan pembuatan batik cap. Pengerjaan batik tulis yang halus bisa memakan waktu 3 hingga 6 bulan lamanya. Waktu yang dibutuhkan untuk sehelai kain batik cap berkisar 1 hingga 3 minggu.
    -          Harga jual batik tulis relatif lebih mahal, dikarenakan dari sisi kualitas biasanya lebih bagus, mewah dan unik. Harga jual batik cap relatif lebih murah dibandingkan dengan batik tulis, dikarenakan biasanya jumlahnya banyak dan miliki kesamaan satu dan lainnya tidak unik, tidak istimewa dan kurang eksklusif.
    -          Alat kerja berupa canting harganya relatif lebih murah berkisar Rp. 10.000,- hingga Rp. 20.000,-/pcs. Untuk membuat batik cap yang beragam motif, maka diperlukan banyak cap. Sementara harga cap batik relatif lebih mahal dari canting. Untuk harga cap batik pada kondisi sekarang dengan ukuran 20 cm X 20 cm berkisar Rp. 350.000,- hingga Rp. 700.000,-/motif. Sehingga dari sisi modal awal batik cap relatif lebih mahal.

    Sabtu, 08 November 2014

    BATIK CAP : Memindai Teknologi Seni Melukis Dengan Kerajinan Teknologi Membuat Cap

    oleh Guntur Bisowarno S.Si., Apt
    Apoteker Batik-e Nusantara
    yg tinggal di Purwosari Pasuruan
    hp 085235807140
     
     

    Batik Cap adalah salah satu jenis hasil proses produksi batik yang menggunakan canting cap. Canting cap yang dimaksud di sini mirip seperti stempel, hanya bahannya terbuat dari tembaga dan dimensinya lebih besar, rata-rata berukuran 20cm X 20cm.

    Mengapa Menggunakan Canting Cap :

    Dalam Perkembangan dan Kemajuannya Peruntukkan dan Kesadaran Masyarakat akan BATIK dan Apa Sesungguhnya BATIK, selain nilai Seni Budaya, Teknik Keahlian (Mastery-nya) dan Nilai Bisnis di dalamnya, beserta Potensi Soft Power Di Dalam Proses Mem Batik, maka secara wajar terjadi peningkatan permintaan dan kebutuhan untuk motif batik dalam jumlah yang besar, banyak dan dalam bentuk yang sama. Secara umum Batik Cap dibuat untuk seragam, kain panjang dan sarung. Batik Cap ini juga dipakai untuk produk rumah tangga seperti sprei dan taplak meja. Batik Cap biasanya memakai variasi warna yang beragam sehingga terlihat banyak variasi.

    Tujuan Pembuatan Batik Cap Dengan Canting Cap adalah :

    Untuk  memperoleh kesaman bentuk dan kualitas motif pada kain dan proses produksi lebih cepat dan membutuhkan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan batik tulis yang menggunakan canting tulis.

    Sejarah Batik Cap
    Pada tahun 1905, didirikan Uni Perdagangan Islam (Serikat Dagang Islam = SDI) yang dibentuk oleh KH. Samanhudi, adalah salah satu tokoh pedagang batik di Laweyan berjuang untuk menyatukan semua pedagang batik pribumi muslim terutama di daerah Laweyan againts penjajahan Belanda yang memiliki pengaruh kuat di Surakarta Kerajaan Kerajaan.
    Sebenarnya Kampung Batik Laweyan sudah terkenal sejak awal kemerdekaan republik ini. Bahkan jauh sebelum itu kampung Laweyan sudah mengukir sejarah dengan munculnya Serikat Dagang Islam ( SDI ) yang dibentuk oleh KH Samanhudi, salah satu saudagar batik terkemuka. Lewat SDI inilah nafas Islam menjadi bagian yang penting dalam perdagangan di Indonesia. Di wilayah ini pula berdiri bangunan Mesjid Laweyan yang konon dibangun pada tahun 1546 Masehi.
    Para saudagar batik tadi membuat batik dengan menggunakan cap atau canting sebagai peralatan kerja. Dalam proses pembuatannya menggunakan lilin yang ditorehkan di kain putih. Lilin atau malam digoreskan menggunakan cap tembaga atau canting.
    Karena dibuat dengan cap maka dinamakan batik cap sedangkan yang menggunakan canting disebut batik carik atau batik tulis. Malam atau lilin ini melekat dikain putih lalu dalam proses pengerjaannya disertakan warna untuk memperindah corak motif batik.
    Perkembangan Batik Cap di Indonesia
    Batik di Indonesia memang selalu mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pada awalnya hanya terdapat batik tulis yang dikerjakan oleh para pengrajin wanita menggunakan canting. Sekitar pertengahan abad ke-19, “canting cap” (biasanya disebut hanya “cap” saja) mulai dikembangkan.
    Canting cap merupakan sebuah alat berbentuk semacam stempel besar yang telah digambar pola batik. Pada umumnya pola pada canting cap ini dibentuk dari bahan dasar tembaga, tetapi ada pula yang dikombinasikan dengan besi. Dari jenis produksi batik cap ini, pembatik bisa menghemat tenaga, dan tak perlu menggambar pola atau desain di atas kain.
    Batik cap juga mengalami pekembangan, dengan dikenalnya cap kayu. Cap yang terbuat dari kayu ini lebih ekonomis dan lebih mudah pembuatannnya. Pola pada kayu diukir dan dibentuk seperti stempel sama halnya dengan cap tembaga. Batik menggunakan cap kayu ini dapat dibedakan dari cap tembaga karena kayu tidak menghantarkan panas sebaik tembaga sehingga malam (lilin) yang menempel pada kayu
    Sehingga lebih tipis, dan hasil pengecapannya yang terbentukpun memiliki kekhasan tersendiri, biasanya terdapat sedikit warna yang meresap pada batik karena lilin yang menempel terlalu tipis, sehingga terlihat gradasi warna pada pola antara pinggir motif dan tengahnya.
    Ciri-Ciri Batik Cap
    1. Batik cap dikerjakan dengan menggunakan cap yaitu alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk sesuai dengan motif yang diinginkan.
    2. Bentuk motif atau gambar pada batik cap memiliki pengulangan yang jelas. Gambar terlihat berulang dengan motif yang sama dengan ukuran garis motif yang lebih besar bila dibandingkan dengan batik tulis.
    3. Dan ini yang paling jelas untuk menentukan apakah batik yang anda beli itu adalah batik tulis atau batik cap. Batik cap mempunyai gambar yang tidak tembus pada kedua sisi kain. Jadi artinya hanya salah satu sisi saja yang bergambar.
    4. Tidak memiliki motif atau gambar yang detil.


    Alat dan Bahan Membuat Batik Cap
    a. Kasur (Bantalan)
    Bantalan Kasur ini terbuat dari kapas yang dibungkus dengan kain, berfungsi sebagai lapisan bantalan kain mori yang akan dicap.
    b. Taplak
    Taplak ini terbuat dari kain katun yang berfungsi untuk lapisan kasur
    c. Kompor
    Tebuat dari besi dengan menggunakan sumbu, berfungsi untuk perapian saat melelehkan lilin malam
    d. Meja
    Meja ini terbuat dari kayu yang berfungsi untuk meletakkan kasur bantalan.
    Londo
    Berupa jambangan kecil yang berisi air dan abu yang berfungsi untuk dipergunakan membasahi kasur agar tetap basah saat akan dipergunakan untuk meletakkan mori saat akan dicap.
    Anglo Besar
    Anglo ini terbuat dari gerabah yang berfungi untuk tungku yang didalamnya diletakkan kompor untuk perapian. Penggunaan Anglo ini untuk melindungi api dari angin sehingga api dapat menyala lebih tenang
    Loyang
    Loyang terbuat dari besi dan berbentuk seperti wajan dengan dasar datar     dan berdiameter 40 cm, loyang ini berfungsi untuk tempat lilin malam saat dipanaskan.
    Serak Kasar dan Serak Halus
    Serak kasar dan serak halus ini terbuat dari kain katun dengan bentuk seperti kain kasa berfungsi sebagai lapisan diatas angsang untuk meletakkan cap saat pengambilan lilin malam yang sudah meleleh.
    Angsang
    Angsang ini terbuat dari tembaga dengan permukaan berupa anyaman strimin yang diletakkan pada loyang. Angsang ini berfungsi untuk lapisan dasar pada permukaan loyang.
    Alat Cap
    Alat cap ini terbuat dari tembaga dengan kombinasi besi dengan pemukaan untuk berupa motif batik. Cap ini berfungsi untuk meletakkan lilin malam dengan motif batik pada permukaan kain mori.
    Harga Batik Cap
    Untuk membuat batik cap yang beragam motif, maka diperlukan banyak cap. Sementara harga cap batik relatif lebih mahal dari canting. Untuk harga cap batik pada kondisi sekarang dengan ukuran 20 cm X 20 cm berkisar Rp. 350.000,- hingga Rp. 700.000,-/motif. Sehingga dari sisi modal awal batik cap relatif lebih mahal. Harga jual batik cap relatif lebih murah dibandingkan dengan batik tulis, dikarenakan biasanya jumlahnya banyak dan miliki kesamaan satu dan lainnya tidak unik, tidak istimewa dan kurang eksklusif. Jangka waktu pemakaian cap batik dalam kondisi yang baik bisa mencapai 5 tahun hingga 10 tahun, dengan catatan tidak rusak



    Proses Pembuatan : 


    Pada dasarnya alat dan bahan membatik cap dengan membatik tulis hampir sama. Perbedaannya hanya pada alat cantingnya dan wajan. Kalau dalam batik cap digunakan canting yang cara kerjanya mirip dengan stempel. Wajan yang di gunakan pada batik cap mempunyai bentuk pipih dan datar, tidak seperti wajan pada batik tulis yang mempunyai bentuk cekung dan bundar. 

    Kompor

    Kompor termasuk alat utama dalam proses membatik dengan canting cap maupun tulis. Kompor berfungsi untuk mencairkan atau melelehkan lilih  ( malam ). Selanjutnya pada wajan yang digunakan untuk membatik cap diletakkan kain goni di atas permukaannya, tujuannya agar cairan lilin malam dapat menempel secara merata pada permukaan penampang canting cap.

    Meja Cap

    Meja Cap yang digunakan dalam membuat batik cap terbuat dari kayu, yang pada bagian permukaan meja di lapisi dengan busa (spoon) yang sudah di lapisi dengan plastik perlak untuk mengoptimalkan hasil cap-capan dan sekaligus menghindari agar malam tidak lengket pada meja cap maka plastik perlak di atas busa (spoon) di meja cap di upayakan harus terjaga dalam keadaan basah, selama proses pengerjaannya batik capnya.


    Proses Pembuatannya :
     
    • Kain mori diletakkan di atas meja datar yang telah dilapisi dengan bahan yang empuk
    • Malam direbus hingga mencair dan dijaga agar suhu cairan malam ini tetap dalam kondiri 60° s/d 70° Celcius
    • Canting Cap lalu dimasukkan kedalam cairan malam tadi (kurang lebih 2 cm bagian bawah canting cap yang tercelup cairan malam)
    • Canting Cap kemudian di-cap-kan (di-stempel-kan) dengan tekanan yang cukup di atas kain mori yang telah disiapkan tadi
    • Cairan malam akan meresap ke dalam pori-pori kain mori hingga tembus ke sisi lain permukaan kain mori
    • Setelah proses pengecapan pada kain selesai dengan berbagai kombinasi canting cap yang digunakan, selanjutnya kain mori akan dilakukan proses pewarnaan, dengan cara mencelupkan kain mori ini ke dalam tangki yang berisi warna yang sudah dipilih.
    • Kain mori yang permukaannya telah diresapi oleh cairan malam, tidak akan terkena dalam proses pewarnaan ini.
    • Setelah proses pewarnaan, proses berikutnya adalah penghilangan berkas motif cairan malam melalui proses merebus kain.
    • Sehingga akan nampak 2 warna, yaitu warna dasar asli kain mori yang tadi tertutup malam, dan warna setelah proses pewarnaan tadi.
    • Jika akan diberikan kombinasi pewarnaan lagi, maka harus dimulai lagi dari proses pengecapan kain sampai proses perebusan kain.
    • Hal yang menarik dari batik cap adalah pada proses perkawinan warna, karena permukaan kain mori yang telah diwarna sebelumnya akan diwarna lagi pada proses pewarnaan berikutnya, sehingga perlu keahlian khusus dalam proses pemilihan & perkawinan warna.
    • Oleh karena proses pewarnaan yang berulang-ulang dan menyeluruh pada setiap pori-pori kain mori, maka warna pada batik cap cenderung lebih awet dan tahan lama dibandingkan dengan batik yang lain.
    • Proses terakhir dari pembuatan batik cap adalah proses pembersihan dan pencerahan warna dengan soda. Selanjutnya dikeringkan dan disetrika.

    Ciri - Ciri :

    • Warna batik kedua belah sisi kain adalah sama
    • Warna batik lebih mengkilap
    • Motif tidak terlalu detail
    • Biasanya warna dasar adalah warna tua / gelap

    Bagian Bagian Canting Cap :
    • Siliwer / Andang
    • Ancak Ancak
    • Klowongan
    • Gagang
    Macam - Macam Canting Cap :
    • Canting Cap Rakitan
    • Canting Cap Ceplokan
    • Canting Cap Buk
    • Canting Cap Pasung
    Peralatan Membuat Canting Cap :
    • Cupit
    • Kikir
    • Gunting Pelat
    • Tang 
    • Mindahan besi
    • Gayung gondo
    • Kramik
    • Palu
    • Kipas
    • Jangka
    • Baskom 
    Bahan Material Canting Cap
    • Pelat Tembaga
    • Pelat Seng
    • Seng 
    • Gondo
    • Serbuk Patri
    • Pareng